Mr. Edward
Malam yang dingin, terlihat bulan purnama yang tengah bersinar. Terlihat di atap rumah, seorang anak memakai syal dan jacket tebal ditemani seekor hamster di kandangnya.
“ Andai gue bisa naik awan trus ke bulan sama Feronica malem ini. Tapi kayaknya itu gak bakalan bisa dech, Feronica suka ma cowok yang sering ke perpustakaan, na gue seringnya ke warung”, keluh Frank.
“Andai gue punya temen yang bisa gue ajak ngobrol kayak gini, ada tapi bisu, gue doank yang ngomong nggak ada yang bales omongan gue”, katanya lagi.
“Udah nggak usah ngeluh terus, kebiasaan loe”, tiba-tiba sebuah suara mengejutkannya.
“Abisnya dari tadi aku nyari kamu di ruang makan nggak ada, di kamar mandi nggak ada, di kamar nyokap kagag ada juga, eh ternyata di sini ama si nyingnying”, kata Joe.
“Ye ni hamster udah punya nama, namanya Aldiano Fragant Barrack Eleven Farryanto, tapi panggil aja dia Yanto”, kata Frank.
“Ada-ada aja loe, ngasih nama nggak nyambung eh panggilannya nggak nyambung juga, oia by the way lagi ngapain loe nggak belajar apa ngapain kek, malah di atap rumah ama Yanto, tau musim dingin begini”, kata Joe.
“Di dalam rumah boring gue, mendingan di sini bisa liat bulan purnama ama Yanto, kayaknya romantis dech Kak, hehehehe J”, kata Frank.
“Di cari pacarnya Kak Caroline loe, katanya loe nitip cassette J-ROCK”, kata Joe.
“Males ah, ntar aja gue juga udah punya, eh Kak gue heran dech setiap malam koq Mr. Edward keluar jam-jam segini trus pulangnya jam 3 malam, ngapain ya, apa jadi PSK”, kata Frank.
“Sembarangan aja loe anak SMP udah kenal ama PSK, kalo SMA kayak gue sich udah wajar ngomong kayak gitu, tapi kamu koq tahu kalo pulangnya jam 3 malem sich?”, tanya Joe.
“Ya iyalah tahu, jam segitu gue tuh lagi bangun, dah waktunya pipis tuh”, kata Frank.
“Gubrak….”, kata Joe.
“Kak, gue pingin nyelidikin dia, gue takut kalao dia tuh teroris, kan sekarang udah jamannya teroris, kalo dia kaki tangannya Noordin M Top gimana coba”, kata Frank.
“Iya juga ya, gue juga berpikir gitu dech, dia bahkan nggak punya istri dan kalo ada kerja bakti apa rapat di RT juga nggak pernah ngikut”, kata Joe.
“Sungguh mencurigakan kasus ini, kita ke sana yuk Kak, besok kan Minggu, biasanya kalo malem Minggu dia nggak pergi”, kata Frank.
Tiba-tiba ponsel yang ada di kantong jacket Frank berbunyi, segera ia mengangkatnya.
“Assalamualaikum, selamat malam”, sapa Frank.
“Waalaikum salam, eh Frank besok kita jadi nggak bersepeda di gunung belakang sekolah, kan asyik tuh abis ujian jadi fres ni pikiran, Kakak loe ngikut juga nggak pa-pa dech, apalagi kalo Kak Caroline tambah semangat gue”, kata Hans , teman Frank.
“Jangan gila loe, dia tuh dah ada yang punya tao”, kata Frank.
“What, dah ada yang punya, wah nggak ada lowongan donk buat gue, ngomong-ngomong siapa sich, anak kuliahan juga?”, tanya Hans.
“Nggak udah Bapak-Bapak, udah kepala empat”, kata Frank.
“Siapa, seleranya Kakak loe koq yang udah senior banget sich, siapa sich jadi penasaran”, kata Hans.
“Bokap gue, yah koq kita jadi ngomongin yang itu sich, besok pokoknya gue tunggu jam setengah lima abis subuh, ntar kita kan bisa liat matahari terbit, ntar Kakak gue Joe mau ikut, gue ajak tuh dia, ntar abis itu kita maen detektif-detektifan”, kata Frank.
“Ih so sweet banget sich nonton berduaan ma kamu Frank”, kata Hans.
“Enak aja loe, gue kan udah bilang kalo kita ke sana juga sama Joe, lagian gue masih normal tau, gue sukanya ma cewek bukan cowok model kayak loe, kalao gue suka cowok paling juga lebih ganteng daripada gue”, kata Frank.
“Serius loe?”, tanya Hans.
“Ya nggak lah, kayak Mpok Vetty aja loe kagag bisa diajak bercanda dikit aja”, kata Frank.
“OK boy, ntar aku ke rumahmu jam empat, daagh”, kata Hans sambil menutup telepon.
“Kak aku mau bobok dulu ah, tapi besok Kakak jadi ikut yach, nggak asyik cuma sama Hans, mesum terus”, kata Frank.
“Mesum?, mesumnya gimana?”, tanya Joe.
“Ya dia tuh dari dulu kepingin liat perbedaan ayam jantan ama betina diliat dari kelaminnya, makanya dia setiap ada ayam nafsu kepingin liat, tapi cuma itu sich tapi kan aku sebagai best friend nya dia malu banget kalo hal itu terjadi Kak”, kata Frank.
“Hahahaha :-D, ya udah lah cepetan gih tidur, udah malem besok nggak jadi lagi”, kata Joe.
Keduanya pun masuk ke dalam rumah. Frank udah nggak sabar nunggu hari esok.
Tepat pukul empat Frank di bangunkan Mama.
“Dipanggil temen kamu tuh, kayaknya sich suaranya Hans, Mama suruh masuk kamar aja ya, kasian nunggu diluar”, kata Mama.
“Hey bro, cepetan donk bangun udah nggak sabar gue liat sun rises”, kata Hans.
“Kebangetan banget sich loe, gue bilang ke rumah gue jam setengah lima aja abis subuh, eh jam empat udah nongol, masih lengket ni mata gue, lagian loe juga belum ibadah kan ”, kata Frank.
“Tapi di telpon kan gue udah bilang kalo gue mau jemput loe jam empat, ya udah loe cepetan subuh dulu, udah ada yang adzan tuh, gue tunggu di ruang tamu aja ya”, kata Hans.
Pukul setengah lima , mereka bertiga berangkat menuju ke gunung belakang sekolah, memang perjalanan agak jauh, sekitar lima kilometer dari rumah Frank. Impian mereka untuk melihat sun rises terbayar sudah. Mereka lalu melanjutkan perjalanan menuju rumah Frank.
Di meja makan telah tersedia roti bakar dan susu coklat untuk mereka bertiga. Mereka lalu mengambil perlengkapan detektif mereka.
“Ngisi perut udah, barang udah semua, sekarang kita langsung ke rumah Mr.Edward aja gimana, tadi pas gue ambil sarung gue liat dia lagi nyiram bunga”, kata Frank.
“Ngapain loe pake sarung segala, detektif nggak kenal yang namanya sarung”, kata Joe.
“Ya biar nyamar aja, ntar kalo ketahuan kan bisa sembunyi di balik sarung, dirumah Mr.Edward kan banyak tanamannya hijau-hijau, jadi pas ama sarung hijau ini”, kata Frank.
“Perfect”, kata Hans.
Mereka berdua lalu menuju rumah Mr. Edward. Kebetulan pagar rumahnya nggak ditutup, mereka bertiga langsung menyelinap masuk rumah. Terlihat disana ada seorang lelaki bersama Mr. Edward yang berwajah oval, berkulit putih, berkumis mirip sekali dengan Van Den Bosch, dan bertubuh tinggi kekar.
“Mereka berdua kayaknya sedang membicarakan tentang uang dengan bahasa asing dech”, kata Joe. “Dengarin aja mereka pake bahasa luar negeri”.
“Diem semua, gue mau rekam tuh suara mereka, Kakak ama Hans diem dulu”, kata Frank.
Tak berapa lama, lelaki berkumis itu keluar rumah Mr. Edward dengan membawa koper. Saking asyiknya mereka nguping, sampe nggak sadar kalo Mr. Edward mengetahui keberadaan mereka.
“Sedang apa kalian di halaman rumah saya, macam detektif saja kalian bertiga ini”, kata Mr. Edward.
Frank, Joe dan Hans tersentak kaget. Mereka mencari-cari alasan yang pas buat ngeles.
“E…, anu Mr. Edward kami sedang mengamati bunga yang Mr. Edward tanam di sebelah sini”, kata Joe.
“Iya bener Mr. Edward kami sedang melakukan praktikum ilmiah untuk tugas IPA”, kata Frank.
“Aku pikir kalian mau nguping pembicaraanku dengan Mr. Fergusson Smith”, kata Mr. Edward. “Kalau kalian mau melakukan penelitian ilmiah aku bisa bantu kalian buat bikin koq, tapi kalian masuk dulu yuk”, kata Mr. Edward sambil melangkah menuju rumahnya.
“Eh Kak, nanti kalau kita dikasih racun gimana, gue belum mau mati sekarang sebelum menyatakan cinta pada Feronica”, kata Frank.
“Gue juga sempat berpikiran seperti itu tapi kalau kita langsung pulang itu nggak sopan, kita jujur aja ma Mr. Edward kalau kita kepingin tau pekerjaan dia”, kata Joe.
Mereka bertiga duduk di ruang tamu Mr. Edward yang terbuat dari kayu jati itu.
“Kalian melakukan praktikum buat meneliti apa?”, tanya Mr. Edward.
“E…, maaf Mr. Edward, sebenarnya kita bukan mau meneliti bunga milik anda, tapi…”, Joe menghentikan kata-katanya.
“Lantas untuk apa kalian di halaman rumah saya?”, tanya Mr. Edward.
“Maaf sekali Mr. tapi ini kami lakukan karena kami penasaran kepada anda”, kata Frank.
“Coba katakan kepada saya apa yang sebenarnya kalian mau dari saya”, kata Mr. Edward.
“Tapi tolong Mr. jangan marah kepada kami ya”. kata Hans.
“Baiklah, asal kalian jujur pada saya”, kata Mr. Edward.
“Begini Mr. sudah beberapa hari ini saya dan adik saya Frank mencurigai anda, kami berdua takut kalau anda itu seorang teroris, karena anda sering tak berkumpul dengan warga untuk sekedar bicara basa-basi, maaf kalau kami lancang”, kata Joe.
“Hahahaha, bukannya aku tidak begitu, memang aku aneh, bahkan ada orang mengira aku ini semacam PSK, tapi tidak mungkin aku melakukan hal seperti itu”, kata Mr. Edward.
“Lantas pekerjaan anda apa?”, tanya Frank.
“Aku mempunyai PT di daerah Jakarta Timur, untuk membangunnya aku patungan dengan Mr. Fergusson, tapi kini Mr. Fergusson tak mengelolanya lagi, sekarang hanya aku, makanya aku setiap malam keluar dan pulang pagi hari, setelah itu aku tidur”, kata Mr. Edward.
“Lalu apa yang Mr. Fergusson kerjakan disini tadi?”, tanya Hans.
“Dia hanya meminta uangnya yang ku pinjam dulu, dan dia berpamitan akan pulang ke Perancis, dan sekarang aku sudah memberikan perusahaan itu pada adikku, Johni Thomson”, kata Mr. Edward.
“Kalau boleh saya tahu, perusahaan yang anda kelola itu perusahaan apa?”, tanya Joe.
“Hanya perusahaan kertas, pohon pinus sudah sangat sulit didapatkan di Indonesia , dan perusahaan itu hampir bangkrut makanya aku berikan pada Johni, ia ahli mengatasi kebangkrutan”, kata Mr. Edward.
“Berarti anda akan menjadi pengangguran”, kata Frank.
“Ya, aku akan menghabiskan masa tuaku di sini, dan pekerjaanku hanya menukar dolar-dolarku dengan rupiah, miliaran dolarku akan aku tukar dengan rupiah karena harga dolar sedang melambung”, kata Mr. Edward.
“Maksudnya apaan?”, bisik Hans pada Frank.
“Udah nggak usah banyak nanya”, kata Frank.
“Jadi anda akan mengisi waktu anda hanya dengan begini?”, tanya Frank.
“Ya, dan aku juga akan menulis novel untuk masa tuaku”, kata Mr. Edward.
“Mr. kami sangat lega mendengar jawaban anda, kami jadi tidak khawatir lagi dengan anda”, kata Joe.
“Tak apa, orang akan merasa cemas ketika mereka belum tahu, kalian tak pulang, Papa kalian sudah menunggu di pagar”, kata Mr. Edward.
“Oh iya, terimakasih Mr.”, kata Frank.
Mereka semua pun kembali ke rumah Frank.
“Huft, leganya udah dapet informasi, aku kira orang Barat itu akan mengusir dan meludahi kita”, kata Frank.
“Ok lah klo begeto”, teriak Hans.
“ Hahahahaha”, teriak mereka bertiga.
“Anak-anak, bersihkan gudang bersama Papa, Papa tunggu ya”, teriak Papa.
“Tidaaaaaaaaaaakkkkkkkkk……………………………”, teriak mereka.
Kalau kamu punya artikel menarik untuk di share, kamu bisa mengirimnya ke blog ini. Caranya silakan klik di sini. 100% Gratis ;) Jangan lupa juga untuk follow twitter anax kolonx @anaxkolonx dan like fanspagenya di di sini ;) Kalau mau copas artikel "Mr. Edward" di atas, jangan lupa nyertain link sumbernya dari blog ini loh, awas kualat kalo enggak disertain ;) |
Artikel Terkait Tentang Mr. Edward :
Komentar Untuk Mr. Edward